ISU SARA PILGUB DKI 2017 DARI DEMO HINGGA SPANDUK
Bisa dikatakan secara moral percaturan Politik di Indonesia mengalami desdruktif, artinya mengalami kemundurun ketimbang kemajuan. Seperti pada Pilgub DKI putaran pertama diwarnai unjuk rasa, saling hujat, saling menjatuhkan bahkan muncul istilah kriminalisasi ulama, penista agama, penista Pancasila. Luar bisa negara Indonesia ini jadinya.
“Sebenarnya apa sih yang diperebutkan?” , ingat lihat rakyat, bagaimana ahlak, pendidikan dan ekonomi dan kejateraannya.
Tentunya Pilgub DKI ini akan membawa dampak terhadap empat hal diatas terutama terkait dengan ahlak dan pendidikan.
Bagaimana tidak, sekarang ini rakyat Indonesia sedang di adu domba dengan ISU SARA demi kepentingan politik. Ada yang mengaku Ulama namun secara sadar atau tidak bukannya membagun ahlak dan pendidikan umat, melainkan ucapan atau khotbahnya selalu mengadung ujaran kebencian, adu domba, menghina dalam konteks mewarnai konstelasi politik Pilgub DKI Jakarta ini,
Nabi Muhammad SAW dalam satu riwayat hadis, Sahih: "Sesungguhya aku diutus untuk meyempurnakan akhlak yang mulia." Innama bu’itstu liutammima makarimal akhlaq (HR Bukhari).
Kemudian dijelaskan oleh Nadirsyah Hosen (PCI Nadratul Ulama) bahwa menebar Rahmat dan memperbaiki Akhlak itulah misi utama Nabi, bukan maksa-maksa orang lain masuk Islam atau memaksa mengikuti fatwa dan tafsiran kita sendiri, atau bahkan memaksa orang lain mengikuti pilihan politik kita.
Pada putaran pertama telah kita saksikan bagaimana arus demonstrasi, sekarang ini memasuki putaran kedua walaupun unjuk rasa belum nampak, namun spanduk yang tema nya hampir sama (Isu Sara) sudah mulai bermunculan.
Ketua setara Intitute Hendardi, dalam siaran persnya, Selasa (7/3) menjelaskan adanya pemasangan spanduk-spanduk yang memuat pesan kebencian atas dasar identitas agama dan ras (beritabatavia.com). Selanjutnya Hendardi menjelaskan bahwa spanduk itu adalah bentuk intoleransi yang merusak kohesi dan ketertiban sosial di Ibu Kota Jakarta, yang saat ini sedang menyelenggarakan tahapan Pilkada putaran II.
Demikian juga spanduk-spanduk yang memuat pesan penolakan mensalati, mengkafani, dan menguburkan jenazah jika seseorang memilih pemimpin yang bukan beragama Islam.
Memasuki Polgub DKI putaran II, ini kamai sepakat dengan Hendardi mari kita berkampanye secara dialogis, kontruktif dan mencerdaskan. Karena tujuan pembangunan Indonesia adalah menciptakan manusia seutuhnya, termasuk ahlak dan kecerdasan umat.
Selain itu pemerintah Provisi dan Kota (Satpol PP) jangan diam saja. Tarik dan cabut spanduk yang sifatnya provokasi dan memecah belah rakyat. Jika tidak sekarang kapan lagi, berikan yang terbaik bagi masyarakat Indonesia.
Terkahir, kepada yang orang selalu mengatasnamakan Ulama, padahal bukan dan terlibat dalam konstelasi Pilgub DKI Jakarta, berhentilah dari sekarang memecah belah umat, ingat Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada kita “Tidak perlu pula menjelekkan atau menghina kepercayaan orang lain”. Bahkan standar moral yang luar biasa ditegaskan dalam QS al-An'am 6/108:
"Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan." Kita dilarang dengan tegas untuk menistakan Tuhan dan sesembahan agama lainnya. Inilah akhlak yang diajarkan Al-Qur'an.
Salam Damai Indonesia
Komentar
Posting Komentar