SERANGAN BALIK SRI BINTANG PAMUNGKAS YANG AMBIGU





Pada 2 Desember 2016 yang lalu ada beberapa orang ditangkap terkait dugaan kasus makar, diantaranya Sri Bintang Pamungkas, Rizal, Jamran, Ratna Sarumpaet, Rachmawati Sukarnoputri, Kivlan Zein, dan Ahmad Dhani. Penangkapan terhadap 10 orang itu tentunya menuai pro dan kontra.

Menurut Indriyanto Seno Adji Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia "Penyebaran undangan mengganti pemerintahan sah dan membentuk pemerintah transisi ini memenuhi unsur (makar), pada tahapan permulaan pelaksanaan (begin van uitvoering) yang sudah memenuhi syarat Pasal 107 jo Pasal 87 maupun Pasal 110 jo Pasal 53 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)".

Selanjutnya Seno Adji menjelaskan pidana makar diartikan tidak harus ada pelaksanaan perbuatan, tetapi permulaan pelaksaan sudah dapat dipidana (metronews.com 3/12/16)

Sementara itu Chudry Sitompul menjelaskan tindakan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Disebut makar jika dalam proses pemakzulan itu menggunakan kekerasan fisik atau senjata.

Chudry mencontohkan makar seperti Gerakan Aceh Merdeka dan Organisasi Papua Merdeka. Pada dua kelompok itu sangat jelas bahwa mereka ingin lepas dari Indonesia dan menggunakan senjata.

Apabila kita lihat kembali pasal 87 maupun107 KUHP tidak ada satupun klausul yang menjelaskan perbuatan itu harus didahului dengan kekerasan atau menggunakan kekerasan seperti senjata.

Saat ini kasus makar sudah bermetamorfosis baik modus dan operandinya dengan cara mendompleng Aksi Bela Islam, dimana pada sebelumnya telah dipersiapkan melalui berbagai rapat maupun orasi untuk menggerakan masa aksi itu, harapannya pada pelaksanaanya bisa menggulingkan pemerintah.

Memang, pada saat penangkapan dan penahanan terhadap Sri Bintang Pamungkas dan Rizal -Jamran kasus makar ini tidak lagi menjadi viral lagi di media.

Namun pasca penagguhan penahanan Sri Bintang Pamungkas ditangguhkan, mulai ramai lagi dibicarakan di media sosial dan mainstreem.

Serangan balik Sri Bintang Pamungkas, seperti diberitakan CNN (23/03/17) ada kejanggalan terkait dengan tidak adanya bukti dan korban seagai syarat Pasal 107,108110 KUHP untuk menjeratnya. Dia menganalogikan tujuan makar itu seperti perkara pembunuhan, orang yang terbunuh tidak ada, pembunuhan juga tidak ada.

Sedangkan Rizal-Jamran berafiliasi juga dengan Sri Bintang dengan menggelorakan “ Stop Penangkapan Terhadap Aktivis”.

Ketiga orang tersebut mempunyai tujuan yang sama yaitu melakukan serangan balik yang ambigu dengan sengaja membentuk opini seolah-olah mereka sedang di dzolimi.

Tapi semua bisa melihat bagaimana sepak terjang ketiga orang ini, tiada lain provokator, broker atau makelar unjuk rasa.

Kedepan, mari kita lihat sepak terjang mereka apakah pembentukan opini dan jargon-jargon dihembuskannya, apakah dapat mempengaruhi Publik atau tidak?.

Karena saat ini masyarakat Indonesia sudah cerdas dalam menganalisa dan membaca peta serta strategi dalam pembentukan opini.

Namun bisa saja ketika ada pihak merespon tiada lain adalah individu atau kelompok bayaran yang mempunyai kepentingan terhadap perpolitikan di Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Habib Rizieq Buat Undangan Hoax DPR Demi Eksistensi

Forum Rembuk Jakarta Gelar Seminar Mengusung Tema “Pro Kontra Reklamasi Untuk Siapa?

Hendardi : Aksi 212 Adalah Aksi Untuk Naikan Daya Tawar Politik