DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PENUNDAAN PROSES HUKUM ANIES DAN SURAT KAPOLDA METRO KE PN JAKUT



Langkah Polda Metro Jaya untuk menjaga agar Jakarta tetap kondusif dalam menghadapi Pilgub DKI 2017 Jakarta ini selalu ditanggapi miring dan dianggap mendukung salah satu paslon.

Seperti Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar menilai langkah kepolisian jauh diluar kewenangannya dan menunjukkan ada indikasi kepentingan politis jumat (7/4/17).

Sementara itu Pengamat Politik, Muchtar Effendi Harahap menilai kepolisian terkesan ikut campur dalam persidangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Muchtar mengatakan, lembaga Kepolisian yang melayangkan surat permohonan penundaan pembacaan tuntutan terkesan ada intervensi (7/4/17).

Mereka lupa, padahal bertindak lebih baik daripada berkomentar, seandainya kedua pengamat itu jadi polisi cara apa yang akan dilakukan untuk mengamankan Ibu Kota Jakarta ini yang mana merupakan pusat pemerintah.

Komentar mereka tersebut tentunya bukan membuat masyarakat lebih tenang, malahan semakin memperkeruh suasana panasnya Pilkada Jakarta.

Selain itu ada upaya deliberasi terkait permohonan surat itu ditarik ke ranah sosial atau politik dan diperdebatkan atau diskursus, harapannya memunculkan ketidakpercayaan (distrust) kepada kepolisian.

Saya sebagai Pengamat Pilkada, menilai langkah Polda Metro untuk menunda sidang Ahok dan Proses “Anies Sandi” sudah tepat. Pasalnya selain perkiraan intelijen dan rentetan unjuk rasa, perang spanduk, sampai perang didunia virtual betapa hebatnya.

Diterima atau tidak diterima surat dari Polda Metro bukan persoalan, yang penting kepolisian sudah berbuat dengan tujuan agar persaingan kedua Paslon ini tidak menimbulkan huru hara yang menggangu aktivitas masyarakat Jakarta dan Indonesia mengingat Ibu Kota adalah pusat pemerintahan.

Dikepolisian juga dikenal istilah diskresi kepolisian, dan kaitannya dengan surat merupakan pengenjantawahan dari diskresi tersebut atau ada alasan lain yang tidak mungkin diungkapkan ke publik, sekaligus ingin menciptakan situasi yang kondusif di Jakarta.

Diskresi sendiri dibatasi oleh 4 asas, yakni: asas keperluan (bahwa tindakan itu harus benar-benar diperlukan); tindakan yang diambil benar-benar untuk kepentigan tugas kepolisian; asas tujuan (tindakan yang paing tepat untuk meniadakan suatu gangguan yang lebih besar); dan asas keseimbangan (mengambil tindakan harus diperhitungan).

Harus dicermati bahwa langkah Polda Metro sudah sesuai dengan kempat azas tersebut. Tidak ada kepentingan secara pribadi melainkan kepentingan keamanan dan demi Bangsa Indoesia. Sebagaimana pendapat Herry Firmasyah pakar hukum pidana dalam TV ONE tidak masalah polisi melaksanakan diskresi asal distorsi terkait surat tersebut.

selanjutnya menjelang Pilkada Putaran ke 2 kepolisian akan memobilisasi pasukannya secara besar-besaran untuk mengamankan tahap pencoblosan dan tentunya pergeseran tidak mungkin pada hari “H” melainkan sebelumnya dan bukan hanya pasukan Polri namun TNI juga.

Ketika terjadi mobilisasi pasukan secara besar-besaran, maka konsentrasi polisi akan tertuju pada Pilgub DKI ini, yang menjadi pernyataan besar, apabila proses hukum keduanya tidak ditunda siapa yang akan mengamankan.

Tentu saja bukan Bambang Widodo Umar atau Muchtar Effendi, tetap TNI dan Polri digarda terdepan. Maka dari itu sekarang mari kita sukseskan Pilkada Jakarta dan tidak usah berkomentar agar dibilang eksis, namun pikirkan Rakyat Indonesia. ----by regards: Pengamat Pilkada-----#Save Indonesia”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Forum Rembuk Jakarta Gelar Seminar Mengusung Tema “Pro Kontra Reklamasi Untuk Siapa?

Hendardi : Aksi 212 Adalah Aksi Untuk Naikan Daya Tawar Politik

TITIK TEMU PIAGAM MADINAH DAN PANCASILA